MOST RECENT

|

AMANAT BAPAK BANGSA DALAM MENGISI KEMERDEKAAN


Oleh: Abdul Qodir Zaelani, MA 
(Pernah dimuat majalah bulanan "Media Pembinaan" bulan Agustus 2010 Kementerian Agama Kanwil Jawa Barat) 

“Dengan kehendak yang membulat menjadi satu, ketetapan hati yang menggumpal menjadi satu, tekad yang membaja menjadi satu, seluruh bangsa kita -kaya, miskin, tua, muda, laki, perempuan, terpelajar, buta huruf- seluruh bangsa kita bangkit, bergerak, berjuang untuk membenarkan, mewujudkan proklamasi 17 Agustus itu. Bala tentara Jepang yang telah hilang semangatnya, dapat kita desak dan enyahkan dari pemerintahan. Dalam beberapa minggu saja, seluruh pemerintahan di pulau-pulau Jawa dan Sumatera dan lain-lain, benar-benar di tangan kita. Dengan begitu, maka proklamasi kita bukan lagi satu janji dan tuntutan, bukan lagi satu seruan di awan-awan. Tetapi kemerdekaan kita menjadi satu kenyataan, Negara Republik Indonesia menjadi satu realita bagi dunia dan kemanusiaan…”, demikianlah Pidato Soekarno yang tertulis dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi”.
Pidato yang begitu semangat tersebut menyiratkan betapa besarnya harapan bangsa agar terbebas dari penjajahan. Harta, nyawa dan semua yang tersisa dalam diri bangsa akan terus dikorbankan. Sebab, Negara mana pun dan siapa pun di dunia ini tidak ingin dijajah. Karena penjajahan di atas bumi ini tidak sesuai dengan pri kemanusiaan.
Hanya bermodalkan semangat yang membaja dan dengan persenjataan yang seadanya, seluruh elemen bangsa turun tangan untuk berjuang mengenyahkan para penjajah. Bambu runcing dan pekikan takbir yang dikumandangkan pejuang bangsa, mampu membangkitkan jiwa mereka dan menggentarkan musuh-musuh dihadapannya. Meskipun musuh yang dilawannya menggunakan peralatan perang yang cukup canggih seperti meriam, bom, tank, pesawat perang, granat dan beberapa alat canggih lainnya, namun semua itu tidak menjadi sesuatu yang menakutkan. Sebab, hanya satu yang ingin diraih oleh bangsa kita yakni “MERDEKA”.
Berkat pertolongan dari yang Maha Kuasa dan semangat para pejuang bangsa, kemerdekaan itu dapat kita raih. Dan tatkala proklamasi menderu di udara, maka proklamasi itu bagai arus listrik yang dapat menggetarkan seluruh jiwa bangsa kita. Maka lahirlah kalimat semangat yang mendarah daging dalam diri para pejuang bangsa kita ketika itu, yakni “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA”.
Kini, kita telah merdeka, terbebas dari para penjajah. Setengah abad lebih kita telah merasakan kemerdekaan, namun pertanyaannya adalah sudahkah bangsa kita merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya: merdeka dari kemiskinan, kebodohan, ketidakberdayaan dan merdeka dari ketidakadilan?. Dan apa yang harus kita perbuat untuk mengisi kemerdekaan ini?
AMANAT BUNG KARNO DALAM MENGISI KEMERDEKAAN
“….Dan kita harus sabar, tak boleh bosan, ulet, terus menjalankan perjuangan, terus tahan menderita. Kita harus jantan!! Jangan putus asa, jangan kurang tabah, jangan kurang rajin. Ingat, memproklamirkan bangsa adalah gampang, tetapi menyusun Negara, mempertahankan Negara, memiliki Negara buat selama-lamanya itu adalah sukar. Hanya rakyat yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang saya sebutkan tadi –rakyat yang ulet, rakyat yang tidak bosanan, rakyat yang tabah, rakyat yang jantan-, hanya  rakyat yang demikianlah dapat bernegara kekal dan abadi. Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan nafas, dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya. Marilah kita menjadi rakyat yang gemblengan!! Jangan lembek!! Segenap jiwaku, segenap rohku, memohon kepada Tuhan, supaya bangsa Indonesia menjadi satu, bangsa yang menjadi penjaga persaudaraan-persaudaraan dunia dan kesejahteraan dunia, satu bangsa yang kuat, yang ototnya kawat, dan balungnya besi, yang di dalam tubuhnya bersarang jiwa yang terbuat dari zat yang sama dengan zatnya halilintar dan guntur!!!!....”
Demikianlah Amanat Presiden Soekarno pada ulang tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1946 di Jogjakarta. Amanat yang menggelorakan semangat dalam membangun bangsa. Amanat yang memberikan solusi dalam mengisi kemerdekaan. Amanat yang harus ditanamkan dalam diri semua elemen bangsa. Amanat yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada pewaris bangsa.
Dengan amanat presiden tersebut, sejatinya bangsa kita tetap tegar dan terus berjuang untuk membayar utang luar negeri yang telah mencapai jumlah yang sungguh fantastis. Menurut  Oyos Saroso H.N dalam artikelnya “Sesat Pikir Anggaran DP”, utang luar negeri Indonesia per Maret 2010 sebesar Rp632,3 triliun. Dan untuk membayar cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp54,136 triliun saja kita termehek-mehek. Hal ini berdampak pada defisit APBNP 2010 yang harus dinaikkan dari 1,6% atau Rp98,009 triliun menjadi 2,1% atau Rp129,816 triliun.
Karena itu, sejatinya dan sebijaksananya, bangsa kita tidak lagi menambah utang, apalagi utang tersebut disebabkan pengeluaran anggaran yang tidak begitu penting. Negara seyogyanya berfikir bagaimana utang ini akan cepat berakhir, sehingga tidak mewariskan kepada anak bangsa, yang belum tentu merasakan hasil dari utang luar negeri tersebut.
Dengan amanat presiden tersebut, sejatinya bangsa kita mampu keluar dari politik kotor yang hanya mementingkan pribadi dan golongan. Yakni keluar dari politik machiavelist, yaitu faham politik yang menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaan, dengan kekuasaan itu bisa dijadikan aji mumpung untuk memperkaya diri sendiri dan golongan. Dan alangkah indahnya, jika para pemimpin bangsa turut turun tangan untuk membantu rakyat yang tidak berdaya dalam menghadapi dinamika kehidupan.
Dengan amanat presiden tersebut, seyogyanya bangsa mampu mensejahterakan rakyatnya dan mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Sebab, kemiskinanlah yang akan menghantarkan seseorang kepada kekufuran. Dan kemiskinan pulalah seseorang bisa bertindak yang tidak wajar demi mengisi perut yang kosong. Dalam mengatasi kemiskinan ini, kita bisa belajar dari perjuangan seorang yang pantang menyerah dan mengorbankan jiwa raganya untuk mengentaskan kemiskinan. Dialah Muhammad Yunus.
Ketika bencana kelaparan menerpa negerinya, membuat beliau memutuskan keluar dari kampus dan belajar mengenai ekonomi langsung dari masyarakat desa. Ia merasa, teori-teori yang diajarkannya di kampus tidak menggambarkan kondisi riil yang ada. Karena menurutnya, “Teori-teori akademik ternyata ibarat menara gading, yang tak berdaya menjadi solusi bagi upaya memerangi kemiskinan”.
Dari sinilah, Muhammad Yunus mempelajari teori ekonomi baru dari orang-orang miskin. Ia berusaha untuk mulai memberikan kredit tanpa agunan kepada kaum-kaum miskin, terutama wanita melalui Grameen Bank atau Bank Pedesaan yang didirikannya. Selama lebih dari 24 tahun berdiri, Grameen Bank telah berhasil memberikan kredit kepada tujuh juta orang miskin di Bangladesh yang 58 persen peminjamnya berhasil diangkat dari kemiskinan.
Berkat kegigihan dan kepeduliannya yang tinggi inilah, Hugo Chaves, Presiden Venezuela menyebutnya sebagai “teladan perjuangan melawan kemiskinan” pada tahun 2006 lalu. Dari sosok Yunus kita bisa belajar bahwa keinginan kuat untuk maju dan impian satu orang saja bisa memengaruhi banyak orang, bahkan bisa memengaruhi suatu Negara atau dengan kata lain changing the world. Ia mampu mengisi kemerdekaan bangsanya dengan membantu pemerintah dalam hal mengentaskan kemiskinan.
Dengan amanat tersebut, sejatinya bangsa mampu melindungi mereka yang berbuat kebenaran dan kejujuran. Sang whistle blower seharusnya mampu dilindungi secara benar dan sungguh-sungguh. Mengenai hal ini, kita bisa belajar dari negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Di sana, sang peniup peluit telah diakui dan dilindungi secara hukum sejak 1912 yang tertuang dalam Lloyd-La Follete Act. Suatu undang-undang yang menjamin hak para pegawai pemerintah pusat mengungkapkan informasi tentang perbuatan menyimpang (wrong doing) kepada Kongres Amerika Serikat. Kemudian diterbitkan The Whistleblower Protection Act of 1989 (Januari Sitohang, LPSK, Susno, dan “Whistle Blower”, Lampung Post, 09-06-2010)
Dengan amanat presiden tersebut, jika kita seorang pelajar atau mahasiswa, maka belajar secara maksimal agar meraih hasil terbaik, itulah bukti bahwa kita sudah mengisi kemerdekaan. Dan jika suatu saat kita gagal berprestasi dalam belajar, maka kita tidak boleh berputus asa, tidak lembek serta cengeng, akan tetapi harus terus berjuang. Dengan gagalnya berprestasi dalam belajar, seharusnya memacu kita untuk terus meningkatkan prestasi diri kita.
Dengan amanat presiden tersebut, jika kita sudah dewasa, bekerja keras tanpa kenal menyerah, itu bukti bahwa kita sudah mengisi kemerdekaan. Apapun pekerjaan kita, mulai presiden, direktur hingga tukang cukur, asal itu dikerjakan dengan serius dan sungguh-sungguh, berarti kita sudah mengisi kemerdekaan. Apapun yang kita kerjakan, asal bermanfaat bagi diri dan keluarga kita, bermanfaat bagi warga di sekitar kita, dan bermanfaat bagi perkembangan bangsa, berarti kita sudah turut andil mengisi kemerdekaan. Sebab sabda nabi, ”Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia yang lainnya”
Mari kita isi kemerdekaan ini dengan kerja keras dan pantang menyerah. Sebagaimana pahlawan kita di masa lalu, saat memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Para pahlawan kerja keras tanpa mengenal lelah, bersatu padu dalam meraih kemerdekaan, sehingga akhirnya tercapailah kemerdekaan yang dicita-citakan bangsa.
Semangat pantang menyerah para pahlawan inilah, yang perlu kita transfer ke jati diri kita segenap bangsa Indonesia. “Merdeka berarti mengisi hari-hari kita dengan kerja keras dan pantang menyerah demi mencapai kesuksesan”.  Semoga, amanat Bapak Bangsa ini akan selalu terpatri dalam sanubari seluruh elemen bangsa. Dirgahayu Bangsaku, Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka !!!

Posted by azay on 00.26. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "AMANAT BAPAK BANGSA DALAM MENGISI KEMERDEKAAN"

Leave a reply

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added